Catatan "Masa Keemasan Iblis (Misterius Iblisius)" ini saya sertakan di awal buku "IBLIS HARUS SUJUD KEPADAMU, sebagai Kata Pengantar.
Penerbit Studia Press
ISBN: 9793760575
Sebuah pertanyaan ketika masih remaja, "Siapa sebenarnya iblis itu? Siapa pula setan, jin dan malaikat? Bagaimana proporsi sebenarnya antara manusia, jin, setan, iblis, dan malaikat? Yang diperintahkan bersujud kepada Adam adalah para malaikat, lalu mengapa iblis dihukum karena tidak patuh? Kalau memang iblis juga termasuk yang diperintah, berarti iblis dulunya adalah malaikat!? Pada awalnya Tuhan memang telah menentukan bahwa Makhluk baru bernama Adam akan menjadi khalifah di bumi, maka bukankah terusirnya Adam dari sorga sudah menjadi skenarioNya? Mengapa diperintah berlindung dari Setan, dan bukan dari iblis?"
Dengan berbagai pertanyaan itu, sosok iblis menjadi incaran saya sejak remaja. Namun yang saya dapatkan dari buku hanya sekilas-sekilas dan dogma-dogma tentang tipudaya setan. Maka pencarian terus berlanjut, dan tertuju kepada khasanah kitab-kitab Islam klasik dan situs-situs di internet.
Betapa bahagianya ketika saya bertemu seorang kenalan di Jakarta Selatan yang menunjukkan dan meminjami saya software 2000 Kitab Kuning dari Al-Maktabatusy Syamilah, yang keberadaannya sudah saya ketahui beberapa tahun sebelumnya namun baru berhasil memilikinya. Semoga ridho Allah menaungi perjalanan hidupnya, apalagi sekarang sedang di negeri orang, Madinah Al-Munawwarah.
Keterangan tentang figur Iblis atau Azazil ini banyak disampaikan oleh Ibnu Abbas RA, yang dikutip oleh beberapa penafsir Al-Qur‘an. Lebih mudahnya dapat dicari pada software tersebut, cukup mencari dengan kata kunci 'azâzîl (عَزازِيلُ) maka akan merujuk kepada kitab-kitab yang tersedia.
Beberapa kitab-kitab berikut terdapat penjelasan di dalamnya tentang sosok ‘Azazil:
• Tafsîr Al-Qurthubiy 1:294-295,
• Tafsîr Ath-Thabariy, 1:502-503, 18:39,
• Tafsîr Al-Baghâwiy, 1:81,
• Tafsîr Ibnu Abî Hâtim, 1:93, 5:477,
• Tafsîr Al-Bahr Al-Muhîth, 1:191,
• Tafsîr Al-Khâzin 1:29,
• Tafsîr Al-Lubâb li Ibn ‘Âdil, 1:40,
• Tafsîr Ats-Tsa’alabiy, 1:21,
• Tafsîr Haqqiy, 1:108, 7:380, 12:209,
• Tafsîr Al-Alûsiy 1:272,
• Bahr Al-’Ulûm li As-Samarqandiy, 1:35,40,
• Al-Lubâb fî ‘Ulûm Al-Kitâb 1:229,232,
• Fathul Qadîr li Asy-Syaukaniy 1:73,
• Al-Itqân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân 4:82-83,
• Syu’ab Al-Îmân li Al-Baihaqiy 1:158,
• Fath Al-Bâriy 6:339,
• Al-Bidâyah wa An-Nihâyah 1:59,62,80,
• Atau pada kamus dan kitab-kitab Mu’jam seperti Ash-Shahâh fî al-Lughah, Lisân al-‘Arab dan Tâj al-‘Arûs pada bab akar kata “Bâ-Lâm-Sîn”.
Kisah berikut adalah resume dari beberapa pencarian tentang sosok iblis dari kitab-kitab tersebut dan dari berbagai sumber lainnya.
PRA PENCIPTAAN ADAM
Sebelum Adam ada, langit dan bumi telah diciptakan jauh sebelumnya. Dari berbagai perbedaan pendapat, paling lama awal kehidupan Adam adalah 6000 tahun sebelum masehi, itu artinya Adam diciptakan 6000 ditambah tahun masehi waktu kita membaca buku ini. Misalnya, sekarang tahun 2008, berarti kira-kira Adam diciptakan 8008 tahun yang lalu. Sedangkan bumi telah ada jutaan tahun sebelum Adam diciptakan.
Sebelum Adam diciptakan, bumi telah dihuni oleh salah satu kabilah Al-Jinn, yaitu salah satu kabilah malaikat yang paling mulia. Dari Wahab ibn Munabbih: Tuhan semesta alam menciptakan api Samûm. Dari api Sammum ini Dia menciptakan Jinn. Samum adalah angin yang sangat panas membakar, atau api yang tidak ada asapnya. Ketika Tuhan menghendaki sesuatu maka terbakarlah satu hijab, dari api yang membakar hijab inilah kabilah jin diciptakan.
Dinamakan Kabilah Al-Jinn karena kabilah ini menjadi khazanah perbendaharaan surga (Khuzzan al-Jannah), untuk itulah disebut Al-Jannah (taman atau surga). Kata “jinn” dan “jannah” memiliki akar kata yang sama. Dan miniatur surga yang paling memenuhi syarat dari kesekian planet di jagad raya adalah bumi. Maka Tuhan memberi mereka bumi untuk tinggal di tempat itu, dan mereka hidup dan beribadah di sana dalam waktu yang lama.
Tersebutlah ia bernama Jann, nenek moyang bangsa jin yang menghuni bumi. Banyaknya ibadah yang ia kerjakan membuat para malaikat merasa kagum, dan berkata kepada Tuhan langit dan bumi, “Wahai Tuhan kami, angkatlah mereka ke langit, sehingga kami mungkin belajar dari mereka dan mengikuti contoh baik mereka”.
Maka Tuhan mengangkat dan mendidik Jann agar men-jadi salah satu diantara para malaikat dan ia hidup dengan mereka di langit pertama, kemudian Jann disebut dengan nama kemalaikatannya yang baru, yaitu Azazil. Sementara kaum jin yang lain —yang masih tinggal di atas bumi— sebagian hidup dalam kebenaran, sedangkan sebagian yang lain menjadi pendosa dan melanggar hukum.
Bumi mulai mengeluhkan mereka kepada Tuhan, “Wahai Tuhanku, apakah Kau ciptakan aku untuk didiami oleh penghuni yang durhaka?”
Tuhan menjawab, “Wahai bumi, bersabarlah, Aku akan mengirimkan para nabi diantara mereka untuk memimpin mereka kembali ke jalan yang lurus”.
Sampai waktu itu tidak ada nabi yang nampak diantara Jinn itu. Lalu Tuhan mengirim kepada mereka 800 nabi dan masing-masing mereka bunuh. Pada akhirnya Tuhan berkata kepada Azazil di langit pertama. Tuhan berkata kepadanya, “Pergilah, Azazil! Pergi dan perangilah mereka yang tak beriman dari kaummu yang tinggal di atas bumi”.
Azazil patuh, turun ke bumi dan memerangi kaum (jinn) yang tak beriman itu, ia menaklukkan mereka, kemudian Tuhan menurunkan api dari langit yang melahap habis mereka, yang tersisa dan dapat menyelamatkan diri ke tengah-tengah samudera. Hanya Jinn yang beriman dan beribadah yang dibiarkan hidup.
Azazil beribadah dengan sangat bersungguh-sungguh hingga ia diangkat ke langit yang pertama, atau menurut satu riwayat, ia telah banyak beribadah di langit pertama hingga ia diangkat ke seluruh tujuh lapisan-lapisan langit dan yang di atasnya.
SANG KEKASIH TUHAN
Dari Hasan Al-Bashri, “Azazil beribadah di tujuh lapisan langit hingga lebih dari 70.000 tahun, sampai ia diangkat ke Maqam Ridwan —ialah maqam yang sangat tinggi, dimana Ridwan menjadi penjaga Surga. Azazil menjadi penjaga Surga sampai ribuan tahun. Suatu ketia ia membaca sebuah prasasti pada salah satu gerbang surga, di situ tertulis:
"Akan ada salah seorang hamba diantara hamba-hamba kekasih Tuhan Yang Maha Perkasa, dalam jangka waktu yang lama ia akan taat dan menghamba kepada Tuhannya dengan amat baik. Akan datang suatu hari, akhirnya ia akan melawan dan menentang Tuhannya, dan ia akan diusir dari pintu-Nya dan dilaknat”.
Azazil membaca dan heran pada ramalan ini. “Bagaimana mungkin itu terjadi? Bahwa salah satu hamba yang terdekat kepada Tuhan akan durhaka kepada Tuhan semesta alam dan diusir dari kedekatan dan kesucianNya?” ia membela, “Ya Allah, Berilah aku ijin untuk mengutuk penentang itu, siapapun ia”.
Tuhan memberinya ijin, dan Azazil mengutuki pendosa (yang telah diramalkan) itu dalam waktu seribu tahun, tanpa ia tahu bahwa kutukan itu adalah untuk dirinya sendirinya. Azazil lupa, dirinya adalah juga hamba Allah dan tak menyadari bahwa kata “hamba” yang tertera pada tulisan di pintu surga itu bisa menimpa kepada siapa saja, termasuk dirinya.
Selama itu pula Azazil menjadi malaikat yang dikenal penduduk surga karena doanya selalu dikabulkan oleh Allah, bahkan para malaikat pernah memintanya untuk mendoakan agar mereka tidak tertimpa laknat Allah.
Tersebutlah suatu ketika saat berkeliling di surga, malaikat Israfil juga melihat dan membaca tulisan yang dibaca oleh Azazil tersebut. Tulisan itu tak pelak membuat Israfil menangis. Ia takut, hamba yang diramalkan itu adalah dirinya. Beberapa malaikat lain juga menangis dan punya ketakutan yang sama seperti Israfil, setelah mendengar kabar perihal tulisan di pintu surga itu dari Israfil. Mereka lalu sepakat mendatangi Azazil dan meminta didoakan agar tidak tertimpa laknat dari Allah. Setelah mendengar penjelasan dari Israfil dan para malaikat yang lain, Azazil lalu memanjatkan doa. “Ya Allah. Janganlah Engkau murka atas mereka”.
Dengan reputasi ibadahnya, Azazil semakin bebas berkelana ke seantero lapisan langit. Tidak ada wilayah langit yang belum dikenalnya. Seluruh malaikat kagum kepadanya. Azazil dikenal sebagai malaikat yang maqbul doanya.
Di luar doanya yang mustajab, Azazil dikenal juga seba-gai penghulu para malaikat, bendaharawan surga, malaikat yang paling hebat dalam hal ijtihad dan paling banyak ilmunya, malaikat yang paling terang, malaikat yang paling mulya yang memiliki empat pasang sayap.
"Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus bermacam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat..." (QS. Fâthir [35]: 1).
Jadilah Azazil sebagai pemimpin malaikat di langit terdekat (samâ’ ad-dunyâ), cakrawala langit yang dapat kita saksikan serta bumi dan isinya diserahkan pengaturannya kepada Azazil. Karena memang ia bertugas mengatur urusan yang termasuk dalam lingkup langit dunia, yaitu makrokosmos yang termasuk juga bumi serta planet-planet lainnya, matahari, seluruh bintang dan galaksi hingga supercluster.
Semua lapis langit dan para penghuninya menjuluki Azazil dengan sebutan penuh kemuliaan meski berbeda-beda:
Pada langit lapisan pertama ia berjuluk Al-'Âbid, ahli ibadah yang mengabdi luar biasa kepada Allah. Di langit kedua, julukan Azazil adalah Ar-Râki’ atau ahli rukuk kepada Allah. As-Sâjid atau ahli sujud adalah gelarnya di langit ketiga. Pada langit berikutnya ia dijuluki Al-Khâsyi' karena selalu merendah dan takluk kepada Allah. Karena ketaatannya kepada Allah, langit kelima menyebut Azazil sebagai Al-Qânit. Gelar Al-Mujtahid diberikan kepada Azazil oleh langit keenam, karena ia bersungguh-sungguh ketika beribadah kepada Allah. Pada langit ketujuh, ia dipanggil Az-Zâhid, karena sederhana dalam menggunakan sarana hidup.
Selama 120 tahun, Azazil, si penghulu para malaikat menyandang semua gelar kehormatan dan kemuliaan, yang dengan itu Azazil mulai merasa bangga akan kedudukannya. Kesombongan mulai merasuki diri Azazil. Untuk itu Tuhan hendak menjadikan kesombongan yang tersembunyi dalam diri Azazil menjadi nyata dengan menciptakan makhluk baru yang justru diciptakan dari tanah di bumi yang menjadi wilayah kekuasaan Azazil.
PENCIPTAAN ADAM AS
Tibalah saatnya ketika para malaikat melakukan musyawarah besar atas undangan Allah.
“Dan ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menciptakan seorang khalifah di bumi”. Para malaikat berkata: “Mengapa hendak Kau jadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memujiMu dan menyucikanMu?” Tuhan menjawab: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui”. (QS. Al-Baqarah [2]:30).
Kekhawatiran malaikat ini karena memang sebelumnya telah terjadi pertumpahan darah di bumi oleh bangsa jinn.
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah”. (QS. Shâd [38]: 71)
Dalam Bahrul ‘Ulûm li As-Samarqandiy 1:35, disebutkan: Kemudian Allah memerintahkan malaikat Jibril untuk mengambil tanah di bumi sebagai bahan penciptaan Adam. Namun bumi berkata kepada Jibril: “Atas nama Allah yang telah mengutusmu, jangan kau lakukan! karena aku takut dari tanah ini akan diciptakan makhluk yang banyak durhaka kepada Allah, sehingga aku akan malu kepadaNya”.
Demikianlah argumentasi bumi yang telah lama bersahabat dengan Azazil, sehingga sangat pandai mengolah kata. Bumi menolak perintah Allah dengan bersumpah atas nama Allah, sebuah kalimat kontradiktif yang secara sepintas nampak tawadhu‘ namun terjadi pengingkaran perintah.
Namun karena Jibril di waktu itu tidak terlatih untuk berargumentasi, maka kembalilah Jibril ke hadapan Allah. Dengan rasa sungkan, Jibril menghadap Allah sambil berkata, “Demikianlah yang terjadi, ya Tuhan! Namun jika diperintahkan turun lagi ke bumi, hamba pun akan turun”.
Lalu diutuslah malaikat Mika’il, namun kejadiannya sama dengan Jibril. Begitu pula malaikat Israfil juga tak bisa berkelit dengan argumentasi bumi, hingga Israfil pun juga kembali menghadap Allah. Ini mengisyaratkan bahwa dari bumi akan tercipta dan lahir makhluk yang kedudukannya di sisi Allah bisa melebihi para malaikat.
Lalu diutuslah malaikat Izra’il, dan sebagai kalimat ketundukan sebelum melaksanakan perintah, Izrail memuji Allah dengan kalimat Baqiyatush Shalihah sampai lima kali:
SUBHANALLAH WAL HAMDU LILLAH, WALA ILAHA ILLALLAH
“Maha Suci Allah, segala puji untuk Allah, tidak ada tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, tiada daya dan kekuatan kecuali dengan (izin) Allah”.
Maka turunlah Izrail ke bumi, dan seperti halnya Jibril, Mikail dan Israfil, bumi pun menggertak dengan argumentasi yang hebat. Namun Izrail membalas gertakan bumi dengan berkata, “mâ amarallâh awlâ min qawlik (Apa yang diperintahkan Allah lebih utama dari ucapanmu)”. Lalu Izrail mengumpulkan tanah berwarna merah, kuning, hitam dan putih, lalu dibawa kembali menghadap Allah.
Menurut versi lain, Izrail yang kemudian ditugasi Allah untuk membentuk rupa Adam. Dan karena Izrail yang berhasil membawa tanah sebagai bakal tubuh Adam, maka Izrail yang kemudian akan ditugasi untuk mencabut nyawa Adam dan anak keturunannya, hingga nyawa Izrail sendiri.
Sesungguhnya Kami telah menciptakanmu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, ... QS. Al-A’râf [7]: 11
“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya (Adam), dan telah Kutiupkan ke dalamnya ruhKu, maka tunduklah kalian kepadanya (Adam) dengan bersujud”.
Lalu bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama, kecuali iblis, dia tidak termasuk yang ikut ber-sujud, dia membangkang dan menyombongkan diri. (Selengkapnya lihat QS. Al-Baqarah [2]: 30-39; Al-A’râf [7]: 11-25; Al-Hijr [15]: 26-31; Al-Isrâ’ [17]: 61-65; Al-Kahfi [18]: 50-51, Thâhâ [20]: 115-124; dan Shâd [38]: 71-74).
Karena Azazil tidak mematuhi perintah Allah, maka serta merta Allah tidak memanggil dengan nama Azazil lagi, tapi dengan nama barunya, Iblis, karena ia telah berputus asa dari rahmat Allah. Ia menjadi sosok yang diramalkan dan bahkan ia kutuk selama seribu tahun.
“Hai iblis, apakah yang menghalangimu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tanganKu. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk yang (lebih) tinggi?” (QS. Shâd [38]: 75)
Kisah selanjutnya seputar bagaimana argumentasi Iblis atas ketidakpatuhannya untuk bersujud kepada Adam hingga akhirnya Iblis diusir dari surga, dan seterusnya, telah banyak dibahas. Sebagai pelengkap, pada lampiran di akhir buku ini kami sertakan seputar kisah Iblis setelah Adam diturunkan dari surga ke bumi.
NAMA-NAMA IBLIS
Nama 'Azâzîl (عَزازِيلُ) berasal dari bahasa Ibrani 'azaz'el (עזאזל), yang berarti “Tuhan telah menjadi kuat” atau “Tuhan memperkuat” dari kata ‘ãzaz yang berarti “menjadi kuat”, dan ‘el berarti “Tuhan”. (lihat: http://www.jewishencyclopedia.com/view.jsp?letter=A&artid=2203 dan http://en.wikipedia.org/wiki/Azazel).
Pertama kali tercatat nama Azazil ini terdapat di Perjanjian Lama Kitab Imamat (Leviticus) Pasal 16 ayat 8, 10 dan 26 —yang telah ada lebih dari 2000 tahun sebelum masa Islam. Dalam Bibel versi King James diterjemahkan dengan “The Scape-goat” bermakna “kambing yang disuruh pergi”, atau dengan perkataan lain “kambing pengangkut dosa”. Dari sinilah asal muasal istilah “scapegoat” atau “kambing-hitam”. Sebagaimana juga posisi iblis atau setan selalu kita tempatkan sebagai kam-bing hitam dari kesalahan yang kita buat sendiri. Ia kita laknat terang-terangan tetapi kita jadikan sahabat secara diam-diam.
Azazil adalah nama yang enigmatik dari naskah-naskah Ibrani dan apokripa, dimana nama Azazil sendiri digunakan kadang tertukar dengan nama Rameel dan Gadriel. Atau dalam pembahasan lain ia disejajarkan dengan Lucifer dan Beelzebub.
Nama Azazil juga sering dikenal dengan berbagai ejaan, seperti: Azazel, Azaziel, Azazyel, Azael, Asael, Aziel atau Asiel. Azazil juga mempunyai beberapa julukan (kunyah), seperti: Abu Murrah, Abu Kurdûs, dan Abû Karûbiyyîn. Kemudian kata Azâzîl dikenal dan dipakai dalam bahasa Arab, sebagaimana nama Jibrîl atau Jibrâ’îl (Gabriel), Mîkâ’il (Michael), Isrâfîl (Raphael), Izrâ’îl (Uriel), Ismâ’îl (Ismael), Isrâ’îl (Israel), yang kesemuanya juga berasal dari bahasa Ibrani (Hebrew).
Bahasa Ibrani serumpun dengan bahasa Arab dalam lingkup bahasa Semit, sehingga kata ‘azza atau ‘azzaza dalam bahasa Arab juga berarti “kuat” atau “perkasa”, dan salah satu nama Allah pun adalah Al-‘Azîz (Yang Maha Perkasa). Namun oleh Ibnu Abbas dan lainnya, kata Azâzîl dalam bahasa Arab disetarakan dengan kata Al-Hârits (الحارث).
MANUSIA ANTARA SETAN DAN MALAIKAT
Bangsa jin diciptakan oleh Allah dari nyala api (min mârij min nâr), sedangkan malaikat dari cahaya (nûr). Api (nâr) dan cahaya (nûr) dalam bahasa Arab berasal dari akar kata yang sama, yaitu terdiri dari huruf nûn-waw-râ’.
Iblis adalah bapaknya jin, sebagaimana Adam adalah bapaknya manusia. Iblis yang sebelumnya termasuk malaikat yang tercipta dari cahaya (nûr), karena ia berputus asa dari rahmat Allah (dengan tidak mau bersujud kepada Adam) maka diturunkanlah derajat kecahayaannya dari nûr menjadi nâr. Turun tingkat energi (frekuensi)nya namun meningkat pada panjang gelombangnya.
Nûr (cahaya) dan nâr (api), keduanya sama-sama cahaya, hanya berbeda spektrum. Sebagaimana dalam spektrum cahaya yang biasa kita sebut untuk warna pelangi: merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu. Semua warna cahaya yang bisa kita sebut hanya berasal dari tiga cahaya: merah-hijau-biru, yang biasa disebut dalam istilah teknologi warna sebagai RGB (red-green-blue). Warna-warna lain adalah campuran dari dua atau tiga cahaya tersebut dengan proporsi tertentu.
Manusia mempunyai potensi setan dan malaikat. Jika baik, ia bisa melebihi malaikat. Jika buruk, ia bahkan bisa lebih rendah dari setan, serendah-rendahnya (asfala safilin).
Kita hampir sering lupa bahwa kita adalah manusia yang bisa salah dan juga bisa benar. Betapa sibuknya kita menuntut orang lain agar selalu sempurna, selalu baik seperti malaikat. Di saat lain, kita hampir-hampir merasakan nikmat mengutuk sesama saudara yang berbeda aliran, seolah-olah mereka adalah setan.
FASTA’IDZ BILLAH (maka berlindunglah kepada Allah)
Kalimat ta’âwudz (kalimat meminta perlindungan yang biasa kita kenal adalah:
A’ÛDZU BILLÂHI MINASY SYAYTHÂNIR RAJÎM
“Aku berlindung kepada Allah dari (godaan) setan yang terkutuk”.
Dalam surah Al-A’râf [7]:200, "Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syetan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (as-samî’ al-‘alîm)".
Maka redaksi lain dari kalimat ta’âwudz adalah:
A’ÛDZU BILLÂHIS SAMÎ’IL ‘ALÎM, MINASY SYAYTHÂNIR RAJÎM
"Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari (godaan) setan yang terkutuk".
Dari struktur kalimat ta’awudz, kita diperintahkan agar berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk. Muncullah pertanyaan, “Mengapa dari setan, bukan dari iblis? Bukankah makhluk pertama yang disebut setan adalah Iblis yang asalnya bernama Azazil?”
Dalam beberapa ayat disebutkan persamaan figur antara iblis dan setan. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Iblis adalah namanya, sedangkan setan adalah sifat dan perbuatannya. Iblis dari golongan jin, dan setan bisa berasal dari golongan jin dan manusia.
Dalam perintah agar minta perlindungan kepada Allah ini tersirat makna bahwa Iblis jelas lebih banyak dalam hal ilmu, iman, amal sampai ibadah. Bahkan Iblis semasa masih bernama Azazil telah menghuni surga dan seluruh lapisan langit telah ia ketahui dan jelajahi. Maka, hanya Allah yang akan dapat melindungi kita dari tipu daya Iblis.
Namun, dalam struktur kalimat ta’awudz kita tidak diperintahkan untuk berlindung dari Iblis, tetapi dari setan. Siapa setan dan siapa Iblis?
Iblis disebutkan dalam surah Al-Kahfi [18] ayat 50, “kâna minal jinn” (adalah dia (iblis, dulunya) dari golongan jin), termasuk golongan jin, bukan manusia. Iblis adalah nama salah satu makhluk dari bangsa jin. Menurut riwayat Ibnu Abbas, Iblis adalah bapak moyangnya jinn sebagaimana Adam adalah bapak moyangnya manusia.
Dalam surah Al-Jinn [72] ayat 1 sampai 15 banyak kita ketahui informasi kehidupan bangsa jin. Bahwa sebelum Nabi Muhammad diutus sebagai Rasul, bangsa jin masih dapat menempati beberapa tempat di langit untuk mendengarkan berita-berita dari para malaikat. Bahwa diantara bangsa jin juga ada yang mengikuti ajaran para nabi dari bangsa manusia sejak Adam hingga Isa, ada yang saleh dan ada yang tidak. Dengan demikian ada sebutan jin muslim dan jin kafir.
Sedangkan setan adalah sifat buruk yang bisa mungkin dimiliki oleh bangsa jin maupun manusia. Kata “setan” (syaythân) berasal dari akar kata yang terdiri dari huruf Syin-Thâ’-Nûn, yang bermakna “ba’uda” (jauh) dan “khâlafa” (menyalahi, mengingkari). Jadi, siapapun, baik jin atau manusia, jika menjauhkan diri, menyalahi atau mengingkari tujuan penciptaan (yaitu untuk beribadah kepada Allah), maka ia bisa disebut “setan”.
Dalam firman Allah surah Al-An’âm [6] ayat 112 disebut-kan frase “syayâthîn al-ins wa al-jinn” (setan-setan dari golongan manusia dan jin), dan merekalah yang menjadi musuh setiap para nabi. Sehingga pula dalam surah An-Nâs kita disuruh berlindung kepada Allah dari bisikan jahat setan-setan yang tersembunyi (khannâs) yang berasal dari golongan jin dan manusia (minal jinnati wan nâs).
Telah ditegaskan dalam firman Allah QS. Adz-Dzâriyât [51] ayat 56, bahwa jin dan manusia diciptakan untuk ya’budûn (menyembah, mengabdi, beribadah dan menghamba). Jadi, hanya dua jenis makhluk yang diberi kewajiban menyembah atau beribadah, yaitu bangsa jin dan bangsa manusia. Artinya, yang memiliki pilihan baik-buruk, sehingga akan mendapat surga atau neraka, adalah jin dan manusia. Sedangkan makhluk lain, malaikat, tumbuhan, hewan dan benda-benda tidak termasuk yang diberi kewajiban, tidak memiliki pilihan selain hanya beribadah, bertasbih dan bersujud kepada Allah dengan caranya masing-masing.
Untuk itulah jika siapa saja dari bangsa jin dan manusia tidak berada pada jalanNya, maka mereka akan menjadi supporter neraka, seperti firman: “Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka jahanam itu dengan jin dan manusia bersama-sama”. (QS. As-Sajdah [32]: 13)
Setan disebut “musuh yang nyata” bukan nyata dalam hal pandangan mata, bukan maksudnya bahwa setan itu bisa dilihat mata kepala. Karena kata “nyata” yang menyifati setan tersebut dengan kata “mubîn”, yang berarti nyata dan jelas duduk perkara dan masalahnya. Ketidakrelaan iblis untuk mengakui keunggulan Adam sudah menjadi penjelasan (bayân) dan bukti nyata (bayyinah) bahwa ia akan terus memusuhi Adam dan keturunannya. Disebut jelas karena setan bisa berada diantara (bayna) diri kita sendiri, bahkan bisa berada di dalam diri kita sendiri.
Jadi, dalam struktur kalimat ta’awudz tersirat makna bahwa ada yang lebih berbahaya dan lebih mungkin menyesatkan daripada Iblis, yaitu sifat-sifat syaithaniyyah (satanic) yang ada dalam diri manusia sendiri, kesombongan, merasa paling baik ibadahnya, merasa paling benar, merasa paling tahu segala hal, dan sebagainya yang ujungnya adalah penuhanan diri sendiri. Dan inilah yang disebut jauh dan menyalahi/mengingkari kadar kemakhlukannya, karena yang berhak sombong, yang paling sempurna, yang paling tahu, yang paling benar, tentu adalah Sang Pencipta sendiri.
Pada puncaknya, yang paling kita takuti adalah jika tipudaya itu berasal dari Allah sendiri. Karena Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki, Allah menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki, atau memberi petunjuk siapa saja yang Dia kehendaki (lihat QS. 13:27, 14:4, 16:93, 35:8, 74:31).
Azazil, yang saat itu menjadi makhluk nomor satu di langit dan di bumi, karena Allah telah menghendaki, ia pun tersesat oleh dirinya sendiri, oleh sifat setan yang ada dalam dirinya tanpa ia sadari.
Karena melihat Azazil dikutuk oleh Allah pertama kalinya, maka Jibril, Mikail, Izra`il dan Israfil menangis tersedu-sedu memohon perlindungan kepada Allah.
Salah satu redaksi doa yang diajarkan Nabi SAW:
“Aku berlindung dengan ridhaMu dari amarahMu, dan aku berlindung dengan ampunanMu dari murkaMu, dan aku berlindung kepadaMu dariMu”.
Demikianlah. Setelah manusia dapat mengendalikan syetan dalam dirinya, maka ia harus berhadapan dengan dirinya sendiri. Karena terhadap dirinya sendiri, manusia pun bisa sangat mudah menipu. Menipu diri sendiri. Mencurangi diri sendiri. Menghibur diri sendiri. Menganggap indah dan baik semua perbuatannya sendiri.
Bahkan setelah manusia mampu mengendalikan dirinya, yang terakhir harus dihadapi adalah Allah. Kalau Allah sudah menghendaki, apapun terjadi. 70 tahun kafir, tetapi 5 menit sebelum ajal ternyata bertobat, Allah yang berkuasa melakukan itu. 70 tahun selalu beribadah, tetapi 5 menit sebelum ajal ternyata murtad, Allah yang berhak berbuat itu. Maka, benarlah firmanNya yang sering diulang-ulang:
"Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya". (QS. An-Nisâ’ [4]: 88; lihat juga: QS. An-Nisâ’ [4]: 143; Al-A’râf [7]: 178, 186; Ar-Ra’d [13]: 33; Al-Isrâ’ [17]: 97; Al-Kahf [18]: 17; Az-Zumar [39]: 23, 36; Al-Mu’min [40]: 33; Asy-Syûrâ [42]: 44, 46)
Salah satu kesombongan terbesar adalah kita diam-diam bangga dengan jumlah ibadah yang telah kita lakukan kemudian diam-diam merasa tidak mungkin tersesat. Sedangkan Allah adalah Sebaik-baik pembuat tipudaya (Khayrul Mâkirîn, QS. Ali Imrân [3]: 54 & Al-Anfâl [8]: 30). Siapakah yang bisa lepas dari tipudaya Allah?
Oleh karena itu, dalam doa dari Nabi SAW diatas diakhiri dengan kalimat: "Aku berlindung kepada-Mu dari-Mu".
BERSUJUD KEPADA RUH-KU
Ketika Iblis ditanya oleh Allah mengapa ia tidak bersedia bersujud kepada Adam, ia menjawab, “Aku lebih baik daripada dia, Kau ciptakan aku dari api sedangkan dia Kau ciptakan dari tanah. Apakah aku akan bersujud kepada manusia yang telah Kau ciptakan dari tanah? Terangkanlah kepadaku, inikah orangnya yang telah Kau muliakan atas diriku?” (Lihat QS. Al-A’râf [7]:12; Al-Isrâ` [17]:61; Al-Isrâ’ [17]:62).
Dari jawaban Iblis tersebut dapat dipahami bahwa ia sekedar melihat sisi lahiriah Adam yang diciptakan dari tanah bumi, yang mana saat itu masih menjadi wilayah kekuasaannya. Ia tidak (atau tidak mau) melihat sisi batiniyah Adam, bahwa Ruh Allah ada di dalam diri Adam. Kepada RuhNya inilah perintah sujud tertuju, bukan kepada daging Adam atau Adam sebagai makhluk.
IBLIS HARUS SUJUD KEPADAMU (?)
Dengan mengenal kisah-kisah tersebut, maka sudah SEHARUSNYA Iblis memang HARUS sujud kepada anak cucu Adam, karena Ruh Allah yang menggerakkan kehidupannya. Namun mengapa kita mengutuki iblis secara terang-terangan tetapi kita jadikan sahabat secara diam-diam?
Seorang pelacur yang memberi minum anjing dapat terampuni dosa-dosanya. Hanya sekali, dan kepada anjing pula. apalagi jika perbuatan baik itu kita berikan kepada sesama manusia, sesama saudara seagama pula?
Namun mengapa sepertinya sulit memberikan ruang dan kesempatan bagi sesama saudara seagama untuk beribadah sesuai dengan kapasitas masing-masing. Sekali lagi, hanya berbuat baik kepada anjing dapat terampuni dosa-dosa kita.
Alangkah asyiknya kita mengutuki sesama saudara seolah-olah esok pagi kita masih bisa menjamin bahwa iman kita akan selalu berada dalam kebenaran.
Alangkah mudahnya hanya cukup mengkritik bahwa kisah-kisah ini hanyalah dongeng israilliyah, namun cara melontarkan kritikan, alat untuk memperkeras kutukan, sarana-sarana untuk melancarkan kutukan justru adalah produk israilliyah.
Alangkah susah menerima kebenaran jika bukan dari orang yang satu aliran, satu perkumpulan, satu partai, satu golongan, satu organisasi, satu jamaah, satu majlis, satu paguyuban, dan satu-satu-satu lainnya.
Alangkah banyaknya omongan, dan alangkah indahnya jika omongan itu tepat. Alangkah sulitnya melakukan kebajikan dan alangkah mudah untuk merusaknya.
Alangkah bangga, baru beberapa bulan membaca ayat seolah dapat menjamin tidak akan berakhir seperti Azazil.
Wahai, jika saja yang muda tahu!
Wahai, jika saja yang tua mampu!
(Ditulis oleh: Yudi Rohmad dalam Kata Pengantar buku "Iblis Harus Sujud Kepadamu")
TIKUNGAN IBLIS
Jakarta, 30 Desember 2008
Sebuah kebahagiaan, pembahasan yang saya tunggu-tunggu dari Cak Nun adalah tentang sosok Iblis & Setan. Saya masih ingat, CN mulai membahas di Kenduri Cinta mulai Januari 2008. Dan syukur pula kemudian saya diminta mas Andri Dwi Wiyono untuk membikin desain gambar ini yang kemudian menjadi gambar pembuka di www.tikunganiblis.com, namun situsnya sudah tutup, karena hanya untuk selama pementasan teater berjudul Tikungan Iblis.
Dan artikel saya pun sudah saya masukkan ke buku "Iblis Harus Sujud Kepadamu?" berjudul "Masa Keemasan Iblis" (1 bulan setelah pementasan di Jogjakarta). Klop sudah.
Penerbit Studia Press
ISBN: 9793760575
Sebuah pertanyaan ketika masih remaja, "Siapa sebenarnya iblis itu? Siapa pula setan, jin dan malaikat? Bagaimana proporsi sebenarnya antara manusia, jin, setan, iblis, dan malaikat? Yang diperintahkan bersujud kepada Adam adalah para malaikat, lalu mengapa iblis dihukum karena tidak patuh? Kalau memang iblis juga termasuk yang diperintah, berarti iblis dulunya adalah malaikat!? Pada awalnya Tuhan memang telah menentukan bahwa Makhluk baru bernama Adam akan menjadi khalifah di bumi, maka bukankah terusirnya Adam dari sorga sudah menjadi skenarioNya? Mengapa diperintah berlindung dari Setan, dan bukan dari iblis?"
Dengan berbagai pertanyaan itu, sosok iblis menjadi incaran saya sejak remaja. Namun yang saya dapatkan dari buku hanya sekilas-sekilas dan dogma-dogma tentang tipudaya setan. Maka pencarian terus berlanjut, dan tertuju kepada khasanah kitab-kitab Islam klasik dan situs-situs di internet.
Betapa bahagianya ketika saya bertemu seorang kenalan di Jakarta Selatan yang menunjukkan dan meminjami saya software 2000 Kitab Kuning dari Al-Maktabatusy Syamilah, yang keberadaannya sudah saya ketahui beberapa tahun sebelumnya namun baru berhasil memilikinya. Semoga ridho Allah menaungi perjalanan hidupnya, apalagi sekarang sedang di negeri orang, Madinah Al-Munawwarah.
Keterangan tentang figur Iblis atau Azazil ini banyak disampaikan oleh Ibnu Abbas RA, yang dikutip oleh beberapa penafsir Al-Qur‘an. Lebih mudahnya dapat dicari pada software tersebut, cukup mencari dengan kata kunci 'azâzîl (عَزازِيلُ) maka akan merujuk kepada kitab-kitab yang tersedia.
Beberapa kitab-kitab berikut terdapat penjelasan di dalamnya tentang sosok ‘Azazil:
• Tafsîr Al-Qurthubiy 1:294-295,
• Tafsîr Ath-Thabariy, 1:502-503, 18:39,
• Tafsîr Al-Baghâwiy, 1:81,
• Tafsîr Ibnu Abî Hâtim, 1:93, 5:477,
• Tafsîr Al-Bahr Al-Muhîth, 1:191,
• Tafsîr Al-Khâzin 1:29,
• Tafsîr Al-Lubâb li Ibn ‘Âdil, 1:40,
• Tafsîr Ats-Tsa’alabiy, 1:21,
• Tafsîr Haqqiy, 1:108, 7:380, 12:209,
• Tafsîr Al-Alûsiy 1:272,
• Bahr Al-’Ulûm li As-Samarqandiy, 1:35,40,
• Al-Lubâb fî ‘Ulûm Al-Kitâb 1:229,232,
• Fathul Qadîr li Asy-Syaukaniy 1:73,
• Al-Itqân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân 4:82-83,
• Syu’ab Al-Îmân li Al-Baihaqiy 1:158,
• Fath Al-Bâriy 6:339,
• Al-Bidâyah wa An-Nihâyah 1:59,62,80,
• Atau pada kamus dan kitab-kitab Mu’jam seperti Ash-Shahâh fî al-Lughah, Lisân al-‘Arab dan Tâj al-‘Arûs pada bab akar kata “Bâ-Lâm-Sîn”.
Kisah berikut adalah resume dari beberapa pencarian tentang sosok iblis dari kitab-kitab tersebut dan dari berbagai sumber lainnya.
PRA PENCIPTAAN ADAM
Sebelum Adam ada, langit dan bumi telah diciptakan jauh sebelumnya. Dari berbagai perbedaan pendapat, paling lama awal kehidupan Adam adalah 6000 tahun sebelum masehi, itu artinya Adam diciptakan 6000 ditambah tahun masehi waktu kita membaca buku ini. Misalnya, sekarang tahun 2008, berarti kira-kira Adam diciptakan 8008 tahun yang lalu. Sedangkan bumi telah ada jutaan tahun sebelum Adam diciptakan.
Sebelum Adam diciptakan, bumi telah dihuni oleh salah satu kabilah Al-Jinn, yaitu salah satu kabilah malaikat yang paling mulia. Dari Wahab ibn Munabbih: Tuhan semesta alam menciptakan api Samûm. Dari api Sammum ini Dia menciptakan Jinn. Samum adalah angin yang sangat panas membakar, atau api yang tidak ada asapnya. Ketika Tuhan menghendaki sesuatu maka terbakarlah satu hijab, dari api yang membakar hijab inilah kabilah jin diciptakan.
Dinamakan Kabilah Al-Jinn karena kabilah ini menjadi khazanah perbendaharaan surga (Khuzzan al-Jannah), untuk itulah disebut Al-Jannah (taman atau surga). Kata “jinn” dan “jannah” memiliki akar kata yang sama. Dan miniatur surga yang paling memenuhi syarat dari kesekian planet di jagad raya adalah bumi. Maka Tuhan memberi mereka bumi untuk tinggal di tempat itu, dan mereka hidup dan beribadah di sana dalam waktu yang lama.
Tersebutlah ia bernama Jann, nenek moyang bangsa jin yang menghuni bumi. Banyaknya ibadah yang ia kerjakan membuat para malaikat merasa kagum, dan berkata kepada Tuhan langit dan bumi, “Wahai Tuhan kami, angkatlah mereka ke langit, sehingga kami mungkin belajar dari mereka dan mengikuti contoh baik mereka”.
Maka Tuhan mengangkat dan mendidik Jann agar men-jadi salah satu diantara para malaikat dan ia hidup dengan mereka di langit pertama, kemudian Jann disebut dengan nama kemalaikatannya yang baru, yaitu Azazil. Sementara kaum jin yang lain —yang masih tinggal di atas bumi— sebagian hidup dalam kebenaran, sedangkan sebagian yang lain menjadi pendosa dan melanggar hukum.
Bumi mulai mengeluhkan mereka kepada Tuhan, “Wahai Tuhanku, apakah Kau ciptakan aku untuk didiami oleh penghuni yang durhaka?”
Tuhan menjawab, “Wahai bumi, bersabarlah, Aku akan mengirimkan para nabi diantara mereka untuk memimpin mereka kembali ke jalan yang lurus”.
Sampai waktu itu tidak ada nabi yang nampak diantara Jinn itu. Lalu Tuhan mengirim kepada mereka 800 nabi dan masing-masing mereka bunuh. Pada akhirnya Tuhan berkata kepada Azazil di langit pertama. Tuhan berkata kepadanya, “Pergilah, Azazil! Pergi dan perangilah mereka yang tak beriman dari kaummu yang tinggal di atas bumi”.
Azazil patuh, turun ke bumi dan memerangi kaum (jinn) yang tak beriman itu, ia menaklukkan mereka, kemudian Tuhan menurunkan api dari langit yang melahap habis mereka, yang tersisa dan dapat menyelamatkan diri ke tengah-tengah samudera. Hanya Jinn yang beriman dan beribadah yang dibiarkan hidup.
Azazil beribadah dengan sangat bersungguh-sungguh hingga ia diangkat ke langit yang pertama, atau menurut satu riwayat, ia telah banyak beribadah di langit pertama hingga ia diangkat ke seluruh tujuh lapisan-lapisan langit dan yang di atasnya.
SANG KEKASIH TUHAN
Dari Hasan Al-Bashri, “Azazil beribadah di tujuh lapisan langit hingga lebih dari 70.000 tahun, sampai ia diangkat ke Maqam Ridwan —ialah maqam yang sangat tinggi, dimana Ridwan menjadi penjaga Surga. Azazil menjadi penjaga Surga sampai ribuan tahun. Suatu ketia ia membaca sebuah prasasti pada salah satu gerbang surga, di situ tertulis:
"Akan ada salah seorang hamba diantara hamba-hamba kekasih Tuhan Yang Maha Perkasa, dalam jangka waktu yang lama ia akan taat dan menghamba kepada Tuhannya dengan amat baik. Akan datang suatu hari, akhirnya ia akan melawan dan menentang Tuhannya, dan ia akan diusir dari pintu-Nya dan dilaknat”.
Azazil membaca dan heran pada ramalan ini. “Bagaimana mungkin itu terjadi? Bahwa salah satu hamba yang terdekat kepada Tuhan akan durhaka kepada Tuhan semesta alam dan diusir dari kedekatan dan kesucianNya?” ia membela, “Ya Allah, Berilah aku ijin untuk mengutuk penentang itu, siapapun ia”.
Tuhan memberinya ijin, dan Azazil mengutuki pendosa (yang telah diramalkan) itu dalam waktu seribu tahun, tanpa ia tahu bahwa kutukan itu adalah untuk dirinya sendirinya. Azazil lupa, dirinya adalah juga hamba Allah dan tak menyadari bahwa kata “hamba” yang tertera pada tulisan di pintu surga itu bisa menimpa kepada siapa saja, termasuk dirinya.
Selama itu pula Azazil menjadi malaikat yang dikenal penduduk surga karena doanya selalu dikabulkan oleh Allah, bahkan para malaikat pernah memintanya untuk mendoakan agar mereka tidak tertimpa laknat Allah.
Tersebutlah suatu ketika saat berkeliling di surga, malaikat Israfil juga melihat dan membaca tulisan yang dibaca oleh Azazil tersebut. Tulisan itu tak pelak membuat Israfil menangis. Ia takut, hamba yang diramalkan itu adalah dirinya. Beberapa malaikat lain juga menangis dan punya ketakutan yang sama seperti Israfil, setelah mendengar kabar perihal tulisan di pintu surga itu dari Israfil. Mereka lalu sepakat mendatangi Azazil dan meminta didoakan agar tidak tertimpa laknat dari Allah. Setelah mendengar penjelasan dari Israfil dan para malaikat yang lain, Azazil lalu memanjatkan doa. “Ya Allah. Janganlah Engkau murka atas mereka”.
Dengan reputasi ibadahnya, Azazil semakin bebas berkelana ke seantero lapisan langit. Tidak ada wilayah langit yang belum dikenalnya. Seluruh malaikat kagum kepadanya. Azazil dikenal sebagai malaikat yang maqbul doanya.
Di luar doanya yang mustajab, Azazil dikenal juga seba-gai penghulu para malaikat, bendaharawan surga, malaikat yang paling hebat dalam hal ijtihad dan paling banyak ilmunya, malaikat yang paling terang, malaikat yang paling mulya yang memiliki empat pasang sayap.
"Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus bermacam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat..." (QS. Fâthir [35]: 1).
Jadilah Azazil sebagai pemimpin malaikat di langit terdekat (samâ’ ad-dunyâ), cakrawala langit yang dapat kita saksikan serta bumi dan isinya diserahkan pengaturannya kepada Azazil. Karena memang ia bertugas mengatur urusan yang termasuk dalam lingkup langit dunia, yaitu makrokosmos yang termasuk juga bumi serta planet-planet lainnya, matahari, seluruh bintang dan galaksi hingga supercluster.
Semua lapis langit dan para penghuninya menjuluki Azazil dengan sebutan penuh kemuliaan meski berbeda-beda:
Pada langit lapisan pertama ia berjuluk Al-'Âbid, ahli ibadah yang mengabdi luar biasa kepada Allah. Di langit kedua, julukan Azazil adalah Ar-Râki’ atau ahli rukuk kepada Allah. As-Sâjid atau ahli sujud adalah gelarnya di langit ketiga. Pada langit berikutnya ia dijuluki Al-Khâsyi' karena selalu merendah dan takluk kepada Allah. Karena ketaatannya kepada Allah, langit kelima menyebut Azazil sebagai Al-Qânit. Gelar Al-Mujtahid diberikan kepada Azazil oleh langit keenam, karena ia bersungguh-sungguh ketika beribadah kepada Allah. Pada langit ketujuh, ia dipanggil Az-Zâhid, karena sederhana dalam menggunakan sarana hidup.
Selama 120 tahun, Azazil, si penghulu para malaikat menyandang semua gelar kehormatan dan kemuliaan, yang dengan itu Azazil mulai merasa bangga akan kedudukannya. Kesombongan mulai merasuki diri Azazil. Untuk itu Tuhan hendak menjadikan kesombongan yang tersembunyi dalam diri Azazil menjadi nyata dengan menciptakan makhluk baru yang justru diciptakan dari tanah di bumi yang menjadi wilayah kekuasaan Azazil.
PENCIPTAAN ADAM AS
Tibalah saatnya ketika para malaikat melakukan musyawarah besar atas undangan Allah.
“Dan ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menciptakan seorang khalifah di bumi”. Para malaikat berkata: “Mengapa hendak Kau jadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memujiMu dan menyucikanMu?” Tuhan menjawab: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui”. (QS. Al-Baqarah [2]:30).
Kekhawatiran malaikat ini karena memang sebelumnya telah terjadi pertumpahan darah di bumi oleh bangsa jinn.
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah”. (QS. Shâd [38]: 71)
Dalam Bahrul ‘Ulûm li As-Samarqandiy 1:35, disebutkan: Kemudian Allah memerintahkan malaikat Jibril untuk mengambil tanah di bumi sebagai bahan penciptaan Adam. Namun bumi berkata kepada Jibril: “Atas nama Allah yang telah mengutusmu, jangan kau lakukan! karena aku takut dari tanah ini akan diciptakan makhluk yang banyak durhaka kepada Allah, sehingga aku akan malu kepadaNya”.
Demikianlah argumentasi bumi yang telah lama bersahabat dengan Azazil, sehingga sangat pandai mengolah kata. Bumi menolak perintah Allah dengan bersumpah atas nama Allah, sebuah kalimat kontradiktif yang secara sepintas nampak tawadhu‘ namun terjadi pengingkaran perintah.
Namun karena Jibril di waktu itu tidak terlatih untuk berargumentasi, maka kembalilah Jibril ke hadapan Allah. Dengan rasa sungkan, Jibril menghadap Allah sambil berkata, “Demikianlah yang terjadi, ya Tuhan! Namun jika diperintahkan turun lagi ke bumi, hamba pun akan turun”.
Lalu diutuslah malaikat Mika’il, namun kejadiannya sama dengan Jibril. Begitu pula malaikat Israfil juga tak bisa berkelit dengan argumentasi bumi, hingga Israfil pun juga kembali menghadap Allah. Ini mengisyaratkan bahwa dari bumi akan tercipta dan lahir makhluk yang kedudukannya di sisi Allah bisa melebihi para malaikat.
Lalu diutuslah malaikat Izra’il, dan sebagai kalimat ketundukan sebelum melaksanakan perintah, Izrail memuji Allah dengan kalimat Baqiyatush Shalihah sampai lima kali:
SUBHANALLAH WAL HAMDU LILLAH, WALA ILAHA ILLALLAH
“Maha Suci Allah, segala puji untuk Allah, tidak ada tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, tiada daya dan kekuatan kecuali dengan (izin) Allah”.
Maka turunlah Izrail ke bumi, dan seperti halnya Jibril, Mikail dan Israfil, bumi pun menggertak dengan argumentasi yang hebat. Namun Izrail membalas gertakan bumi dengan berkata, “mâ amarallâh awlâ min qawlik (Apa yang diperintahkan Allah lebih utama dari ucapanmu)”. Lalu Izrail mengumpulkan tanah berwarna merah, kuning, hitam dan putih, lalu dibawa kembali menghadap Allah.
Menurut versi lain, Izrail yang kemudian ditugasi Allah untuk membentuk rupa Adam. Dan karena Izrail yang berhasil membawa tanah sebagai bakal tubuh Adam, maka Izrail yang kemudian akan ditugasi untuk mencabut nyawa Adam dan anak keturunannya, hingga nyawa Izrail sendiri.
Sesungguhnya Kami telah menciptakanmu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, ... QS. Al-A’râf [7]: 11
“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya (Adam), dan telah Kutiupkan ke dalamnya ruhKu, maka tunduklah kalian kepadanya (Adam) dengan bersujud”.
Lalu bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama, kecuali iblis, dia tidak termasuk yang ikut ber-sujud, dia membangkang dan menyombongkan diri. (Selengkapnya lihat QS. Al-Baqarah [2]: 30-39; Al-A’râf [7]: 11-25; Al-Hijr [15]: 26-31; Al-Isrâ’ [17]: 61-65; Al-Kahfi [18]: 50-51, Thâhâ [20]: 115-124; dan Shâd [38]: 71-74).
Karena Azazil tidak mematuhi perintah Allah, maka serta merta Allah tidak memanggil dengan nama Azazil lagi, tapi dengan nama barunya, Iblis, karena ia telah berputus asa dari rahmat Allah. Ia menjadi sosok yang diramalkan dan bahkan ia kutuk selama seribu tahun.
“Hai iblis, apakah yang menghalangimu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tanganKu. Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk yang (lebih) tinggi?” (QS. Shâd [38]: 75)
Kisah selanjutnya seputar bagaimana argumentasi Iblis atas ketidakpatuhannya untuk bersujud kepada Adam hingga akhirnya Iblis diusir dari surga, dan seterusnya, telah banyak dibahas. Sebagai pelengkap, pada lampiran di akhir buku ini kami sertakan seputar kisah Iblis setelah Adam diturunkan dari surga ke bumi.
NAMA-NAMA IBLIS
Nama 'Azâzîl (عَزازِيلُ) berasal dari bahasa Ibrani 'azaz'el (עזאזל), yang berarti “Tuhan telah menjadi kuat” atau “Tuhan memperkuat” dari kata ‘ãzaz yang berarti “menjadi kuat”, dan ‘el berarti “Tuhan”. (lihat: http://www.jewishencyclopedia.com/view.jsp?letter=A&artid=2203 dan http://en.wikipedia.org/wiki/Azazel).
Pertama kali tercatat nama Azazil ini terdapat di Perjanjian Lama Kitab Imamat (Leviticus) Pasal 16 ayat 8, 10 dan 26 —yang telah ada lebih dari 2000 tahun sebelum masa Islam. Dalam Bibel versi King James diterjemahkan dengan “The Scape-goat” bermakna “kambing yang disuruh pergi”, atau dengan perkataan lain “kambing pengangkut dosa”. Dari sinilah asal muasal istilah “scapegoat” atau “kambing-hitam”. Sebagaimana juga posisi iblis atau setan selalu kita tempatkan sebagai kam-bing hitam dari kesalahan yang kita buat sendiri. Ia kita laknat terang-terangan tetapi kita jadikan sahabat secara diam-diam.
Azazil adalah nama yang enigmatik dari naskah-naskah Ibrani dan apokripa, dimana nama Azazil sendiri digunakan kadang tertukar dengan nama Rameel dan Gadriel. Atau dalam pembahasan lain ia disejajarkan dengan Lucifer dan Beelzebub.
Nama Azazil juga sering dikenal dengan berbagai ejaan, seperti: Azazel, Azaziel, Azazyel, Azael, Asael, Aziel atau Asiel. Azazil juga mempunyai beberapa julukan (kunyah), seperti: Abu Murrah, Abu Kurdûs, dan Abû Karûbiyyîn. Kemudian kata Azâzîl dikenal dan dipakai dalam bahasa Arab, sebagaimana nama Jibrîl atau Jibrâ’îl (Gabriel), Mîkâ’il (Michael), Isrâfîl (Raphael), Izrâ’îl (Uriel), Ismâ’îl (Ismael), Isrâ’îl (Israel), yang kesemuanya juga berasal dari bahasa Ibrani (Hebrew).
Bahasa Ibrani serumpun dengan bahasa Arab dalam lingkup bahasa Semit, sehingga kata ‘azza atau ‘azzaza dalam bahasa Arab juga berarti “kuat” atau “perkasa”, dan salah satu nama Allah pun adalah Al-‘Azîz (Yang Maha Perkasa). Namun oleh Ibnu Abbas dan lainnya, kata Azâzîl dalam bahasa Arab disetarakan dengan kata Al-Hârits (الحارث).
MANUSIA ANTARA SETAN DAN MALAIKAT
Bangsa jin diciptakan oleh Allah dari nyala api (min mârij min nâr), sedangkan malaikat dari cahaya (nûr). Api (nâr) dan cahaya (nûr) dalam bahasa Arab berasal dari akar kata yang sama, yaitu terdiri dari huruf nûn-waw-râ’.
Iblis adalah bapaknya jin, sebagaimana Adam adalah bapaknya manusia. Iblis yang sebelumnya termasuk malaikat yang tercipta dari cahaya (nûr), karena ia berputus asa dari rahmat Allah (dengan tidak mau bersujud kepada Adam) maka diturunkanlah derajat kecahayaannya dari nûr menjadi nâr. Turun tingkat energi (frekuensi)nya namun meningkat pada panjang gelombangnya.
Nûr (cahaya) dan nâr (api), keduanya sama-sama cahaya, hanya berbeda spektrum. Sebagaimana dalam spektrum cahaya yang biasa kita sebut untuk warna pelangi: merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu. Semua warna cahaya yang bisa kita sebut hanya berasal dari tiga cahaya: merah-hijau-biru, yang biasa disebut dalam istilah teknologi warna sebagai RGB (red-green-blue). Warna-warna lain adalah campuran dari dua atau tiga cahaya tersebut dengan proporsi tertentu.
Manusia mempunyai potensi setan dan malaikat. Jika baik, ia bisa melebihi malaikat. Jika buruk, ia bahkan bisa lebih rendah dari setan, serendah-rendahnya (asfala safilin).
Kita hampir sering lupa bahwa kita adalah manusia yang bisa salah dan juga bisa benar. Betapa sibuknya kita menuntut orang lain agar selalu sempurna, selalu baik seperti malaikat. Di saat lain, kita hampir-hampir merasakan nikmat mengutuk sesama saudara yang berbeda aliran, seolah-olah mereka adalah setan.
FASTA’IDZ BILLAH (maka berlindunglah kepada Allah)
Kalimat ta’âwudz (kalimat meminta perlindungan yang biasa kita kenal adalah:
A’ÛDZU BILLÂHI MINASY SYAYTHÂNIR RAJÎM
“Aku berlindung kepada Allah dari (godaan) setan yang terkutuk”.
Dalam surah Al-A’râf [7]:200, "Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syetan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (as-samî’ al-‘alîm)".
Maka redaksi lain dari kalimat ta’âwudz adalah:
A’ÛDZU BILLÂHIS SAMÎ’IL ‘ALÎM, MINASY SYAYTHÂNIR RAJÎM
"Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari (godaan) setan yang terkutuk".
Dari struktur kalimat ta’awudz, kita diperintahkan agar berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk. Muncullah pertanyaan, “Mengapa dari setan, bukan dari iblis? Bukankah makhluk pertama yang disebut setan adalah Iblis yang asalnya bernama Azazil?”
Dalam beberapa ayat disebutkan persamaan figur antara iblis dan setan. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Iblis adalah namanya, sedangkan setan adalah sifat dan perbuatannya. Iblis dari golongan jin, dan setan bisa berasal dari golongan jin dan manusia.
Dalam perintah agar minta perlindungan kepada Allah ini tersirat makna bahwa Iblis jelas lebih banyak dalam hal ilmu, iman, amal sampai ibadah. Bahkan Iblis semasa masih bernama Azazil telah menghuni surga dan seluruh lapisan langit telah ia ketahui dan jelajahi. Maka, hanya Allah yang akan dapat melindungi kita dari tipu daya Iblis.
Namun, dalam struktur kalimat ta’awudz kita tidak diperintahkan untuk berlindung dari Iblis, tetapi dari setan. Siapa setan dan siapa Iblis?
Iblis disebutkan dalam surah Al-Kahfi [18] ayat 50, “kâna minal jinn” (adalah dia (iblis, dulunya) dari golongan jin), termasuk golongan jin, bukan manusia. Iblis adalah nama salah satu makhluk dari bangsa jin. Menurut riwayat Ibnu Abbas, Iblis adalah bapak moyangnya jinn sebagaimana Adam adalah bapak moyangnya manusia.
Dalam surah Al-Jinn [72] ayat 1 sampai 15 banyak kita ketahui informasi kehidupan bangsa jin. Bahwa sebelum Nabi Muhammad diutus sebagai Rasul, bangsa jin masih dapat menempati beberapa tempat di langit untuk mendengarkan berita-berita dari para malaikat. Bahwa diantara bangsa jin juga ada yang mengikuti ajaran para nabi dari bangsa manusia sejak Adam hingga Isa, ada yang saleh dan ada yang tidak. Dengan demikian ada sebutan jin muslim dan jin kafir.
Sedangkan setan adalah sifat buruk yang bisa mungkin dimiliki oleh bangsa jin maupun manusia. Kata “setan” (syaythân) berasal dari akar kata yang terdiri dari huruf Syin-Thâ’-Nûn, yang bermakna “ba’uda” (jauh) dan “khâlafa” (menyalahi, mengingkari). Jadi, siapapun, baik jin atau manusia, jika menjauhkan diri, menyalahi atau mengingkari tujuan penciptaan (yaitu untuk beribadah kepada Allah), maka ia bisa disebut “setan”.
Dalam firman Allah surah Al-An’âm [6] ayat 112 disebut-kan frase “syayâthîn al-ins wa al-jinn” (setan-setan dari golongan manusia dan jin), dan merekalah yang menjadi musuh setiap para nabi. Sehingga pula dalam surah An-Nâs kita disuruh berlindung kepada Allah dari bisikan jahat setan-setan yang tersembunyi (khannâs) yang berasal dari golongan jin dan manusia (minal jinnati wan nâs).
Telah ditegaskan dalam firman Allah QS. Adz-Dzâriyât [51] ayat 56, bahwa jin dan manusia diciptakan untuk ya’budûn (menyembah, mengabdi, beribadah dan menghamba). Jadi, hanya dua jenis makhluk yang diberi kewajiban menyembah atau beribadah, yaitu bangsa jin dan bangsa manusia. Artinya, yang memiliki pilihan baik-buruk, sehingga akan mendapat surga atau neraka, adalah jin dan manusia. Sedangkan makhluk lain, malaikat, tumbuhan, hewan dan benda-benda tidak termasuk yang diberi kewajiban, tidak memiliki pilihan selain hanya beribadah, bertasbih dan bersujud kepada Allah dengan caranya masing-masing.
Untuk itulah jika siapa saja dari bangsa jin dan manusia tidak berada pada jalanNya, maka mereka akan menjadi supporter neraka, seperti firman: “Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka jahanam itu dengan jin dan manusia bersama-sama”. (QS. As-Sajdah [32]: 13)
Setan disebut “musuh yang nyata” bukan nyata dalam hal pandangan mata, bukan maksudnya bahwa setan itu bisa dilihat mata kepala. Karena kata “nyata” yang menyifati setan tersebut dengan kata “mubîn”, yang berarti nyata dan jelas duduk perkara dan masalahnya. Ketidakrelaan iblis untuk mengakui keunggulan Adam sudah menjadi penjelasan (bayân) dan bukti nyata (bayyinah) bahwa ia akan terus memusuhi Adam dan keturunannya. Disebut jelas karena setan bisa berada diantara (bayna) diri kita sendiri, bahkan bisa berada di dalam diri kita sendiri.
Jadi, dalam struktur kalimat ta’awudz tersirat makna bahwa ada yang lebih berbahaya dan lebih mungkin menyesatkan daripada Iblis, yaitu sifat-sifat syaithaniyyah (satanic) yang ada dalam diri manusia sendiri, kesombongan, merasa paling baik ibadahnya, merasa paling benar, merasa paling tahu segala hal, dan sebagainya yang ujungnya adalah penuhanan diri sendiri. Dan inilah yang disebut jauh dan menyalahi/mengingkari kadar kemakhlukannya, karena yang berhak sombong, yang paling sempurna, yang paling tahu, yang paling benar, tentu adalah Sang Pencipta sendiri.
Pada puncaknya, yang paling kita takuti adalah jika tipudaya itu berasal dari Allah sendiri. Karena Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki, Allah menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki, atau memberi petunjuk siapa saja yang Dia kehendaki (lihat QS. 13:27, 14:4, 16:93, 35:8, 74:31).
Azazil, yang saat itu menjadi makhluk nomor satu di langit dan di bumi, karena Allah telah menghendaki, ia pun tersesat oleh dirinya sendiri, oleh sifat setan yang ada dalam dirinya tanpa ia sadari.
Karena melihat Azazil dikutuk oleh Allah pertama kalinya, maka Jibril, Mikail, Izra`il dan Israfil menangis tersedu-sedu memohon perlindungan kepada Allah.
Salah satu redaksi doa yang diajarkan Nabi SAW:
“Aku berlindung dengan ridhaMu dari amarahMu, dan aku berlindung dengan ampunanMu dari murkaMu, dan aku berlindung kepadaMu dariMu”.
Demikianlah. Setelah manusia dapat mengendalikan syetan dalam dirinya, maka ia harus berhadapan dengan dirinya sendiri. Karena terhadap dirinya sendiri, manusia pun bisa sangat mudah menipu. Menipu diri sendiri. Mencurangi diri sendiri. Menghibur diri sendiri. Menganggap indah dan baik semua perbuatannya sendiri.
Bahkan setelah manusia mampu mengendalikan dirinya, yang terakhir harus dihadapi adalah Allah. Kalau Allah sudah menghendaki, apapun terjadi. 70 tahun kafir, tetapi 5 menit sebelum ajal ternyata bertobat, Allah yang berkuasa melakukan itu. 70 tahun selalu beribadah, tetapi 5 menit sebelum ajal ternyata murtad, Allah yang berhak berbuat itu. Maka, benarlah firmanNya yang sering diulang-ulang:
"Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya". (QS. An-Nisâ’ [4]: 88; lihat juga: QS. An-Nisâ’ [4]: 143; Al-A’râf [7]: 178, 186; Ar-Ra’d [13]: 33; Al-Isrâ’ [17]: 97; Al-Kahf [18]: 17; Az-Zumar [39]: 23, 36; Al-Mu’min [40]: 33; Asy-Syûrâ [42]: 44, 46)
Salah satu kesombongan terbesar adalah kita diam-diam bangga dengan jumlah ibadah yang telah kita lakukan kemudian diam-diam merasa tidak mungkin tersesat. Sedangkan Allah adalah Sebaik-baik pembuat tipudaya (Khayrul Mâkirîn, QS. Ali Imrân [3]: 54 & Al-Anfâl [8]: 30). Siapakah yang bisa lepas dari tipudaya Allah?
Oleh karena itu, dalam doa dari Nabi SAW diatas diakhiri dengan kalimat: "Aku berlindung kepada-Mu dari-Mu".
BERSUJUD KEPADA RUH-KU
Ketika Iblis ditanya oleh Allah mengapa ia tidak bersedia bersujud kepada Adam, ia menjawab, “Aku lebih baik daripada dia, Kau ciptakan aku dari api sedangkan dia Kau ciptakan dari tanah. Apakah aku akan bersujud kepada manusia yang telah Kau ciptakan dari tanah? Terangkanlah kepadaku, inikah orangnya yang telah Kau muliakan atas diriku?” (Lihat QS. Al-A’râf [7]:12; Al-Isrâ` [17]:61; Al-Isrâ’ [17]:62).
Dari jawaban Iblis tersebut dapat dipahami bahwa ia sekedar melihat sisi lahiriah Adam yang diciptakan dari tanah bumi, yang mana saat itu masih menjadi wilayah kekuasaannya. Ia tidak (atau tidak mau) melihat sisi batiniyah Adam, bahwa Ruh Allah ada di dalam diri Adam. Kepada RuhNya inilah perintah sujud tertuju, bukan kepada daging Adam atau Adam sebagai makhluk.
IBLIS HARUS SUJUD KEPADAMU (?)
Dengan mengenal kisah-kisah tersebut, maka sudah SEHARUSNYA Iblis memang HARUS sujud kepada anak cucu Adam, karena Ruh Allah yang menggerakkan kehidupannya. Namun mengapa kita mengutuki iblis secara terang-terangan tetapi kita jadikan sahabat secara diam-diam?
Seorang pelacur yang memberi minum anjing dapat terampuni dosa-dosanya. Hanya sekali, dan kepada anjing pula. apalagi jika perbuatan baik itu kita berikan kepada sesama manusia, sesama saudara seagama pula?
Namun mengapa sepertinya sulit memberikan ruang dan kesempatan bagi sesama saudara seagama untuk beribadah sesuai dengan kapasitas masing-masing. Sekali lagi, hanya berbuat baik kepada anjing dapat terampuni dosa-dosa kita.
Alangkah asyiknya kita mengutuki sesama saudara seolah-olah esok pagi kita masih bisa menjamin bahwa iman kita akan selalu berada dalam kebenaran.
Alangkah mudahnya hanya cukup mengkritik bahwa kisah-kisah ini hanyalah dongeng israilliyah, namun cara melontarkan kritikan, alat untuk memperkeras kutukan, sarana-sarana untuk melancarkan kutukan justru adalah produk israilliyah.
Alangkah susah menerima kebenaran jika bukan dari orang yang satu aliran, satu perkumpulan, satu partai, satu golongan, satu organisasi, satu jamaah, satu majlis, satu paguyuban, dan satu-satu-satu lainnya.
Alangkah banyaknya omongan, dan alangkah indahnya jika omongan itu tepat. Alangkah sulitnya melakukan kebajikan dan alangkah mudah untuk merusaknya.
Alangkah bangga, baru beberapa bulan membaca ayat seolah dapat menjamin tidak akan berakhir seperti Azazil.
Wahai, jika saja yang muda tahu!
Wahai, jika saja yang tua mampu!
(Ditulis oleh: Yudi Rohmad dalam Kata Pengantar buku "Iblis Harus Sujud Kepadamu")
TIKUNGAN IBLIS
Jakarta, 30 Desember 2008
Sebuah kebahagiaan, pembahasan yang saya tunggu-tunggu dari Cak Nun adalah tentang sosok Iblis & Setan. Saya masih ingat, CN mulai membahas di Kenduri Cinta mulai Januari 2008. Dan syukur pula kemudian saya diminta mas Andri Dwi Wiyono untuk membikin desain gambar ini yang kemudian menjadi gambar pembuka di www.tikunganiblis.com, namun situsnya sudah tutup, karena hanya untuk selama pementasan teater berjudul Tikungan Iblis.
Dan artikel saya pun sudah saya masukkan ke buku "Iblis Harus Sujud Kepadamu?" berjudul "Masa Keemasan Iblis" (1 bulan setelah pementasan di Jogjakarta). Klop sudah.
3 komentar:
termikasih min.. artikelnya, matur nuwun sanget.
salam rahayu.
Mas, bisa minta file bukunya?
Like
Posting Komentar